Minggu, Oktober 26, 2014

Bingung Mencari Tontonan untuk Siswa

Alhamdulillah, sekolah kami sudah mempunyai fasilitas LCD untuk beberapa kelas. Pengadaan LCD ini bertujuan untuk mendukung proses pembelajaran. Melihat beberapa proses animasi yang berhubungan dengan materi, seperti proses terjadinya tsunami, proses terjadinya hujan asam, proses daur air, dsb, ice breaking berupa soal mencongak menggunakan power point, menunjukkan beberapa gambar pendukung dan banyak lagi yang lain.
Namun, seiring berjalannya waktu terkadang saya juga merasa kebingungan ketika "ditagih" oleh siswa untuk menonton video atau ice breaking. Ternyata di lingkungan kita lebih banyak tontonan yang kurang mendidik. Maaf ya, tontonan seperti sinetron (yang ga tamat - tamat, berseri sampai 5,6,7), komedi yang mempertontonkan aurat para artisnya, guyonan yang bersifat kasar dengan mengejek dan menyakiti satu sama lain dan masih banyak lagi,saya rasa tidak banyak manfaatnya bagi anak - anak kita.
Saya berkeinginan untuk memberikan tontonan yang baik, memberikan motivasi, memberikan pencerahan, dan membimbing sifat dan sikap anak - anak menjadi lebih baik. Memang di Indonesia juga banyak film yang baik, bebeapa yang sudah saya berikan ke anak diantaranya :
  1. Nagabonar Jadi 2
  2. Tanah Surga
  3. Perahu Kertas 1 dan 2
  4. Habibie Ainun
  5. Bangun lagi dong Lupus
  6. Garuda di Dadaku
Sebenarnya berkali - kali anak - anak meminta film yang bergenre horor. Namun horornya film Indonesia tidak begitu baik bagi mereka. Horornya mungkin 25%, sisanya adalah adegan untuk orang dewasa. Sudah banyak judul film horor yang dibuat, namun saya juga sangat jarang yang memberikan tontonan "horor". Tontonan yang membuat berteriak ketakutan, yang membuat seorang penonton merinding ketika menceritakan apa yang ditontonnya.
Saya memang lebih tertarik untuk memberikan beberapa film kartun, beberapa di antaranya :
  1. How to Train Your Dragon 1 dan 2
  2. Wall - E
  3. Cars 1 dan 2
  4. Turbo 
  5. Rattatoulie
  6. Kungfu Panda 1 dan 2
Saya juga pernah memberikan beberapa film luar negeri seperti :
  1. Three Idiots (film favorit saya) 
  2. I'm Legend
  3. Kungfu Kid
  4. I'm not Stupid 1 dan 2
  5. Taree Zameen
Namun, setelah kurang lebih 3 tahun saya mengajar, stok film saya sudah habis, saya bingung ketika saya ditagih film lagi. Saya prihatin, ternyata kita bangsa yang besar, namun ternyata kita belum bisa berswasembada dalam menyediakan sesuatu yang baik untuk anak - anak kita.
Semoga dengan adanya sedikit pengalaman saya ini memberikan motivasi yang besar untuk menyediakan tontonan yang baik bagi anak - anak kita.
_mungkin ada rekomendasi tontonan yang baik untuk anak - anak kita?

Kamis, Oktober 23, 2014

Proses membuat raport deskriptif kurikulum 2013

Anak kecil sangat suka ketika diberikan cerita. Cerita tentang apa saja. Baik cerita lucu, sedih, menyenangkan, ataupun menyedihkan. Anak - anak pun banyak yang dapat saling bertukar cerita satu sama lain. Tidak terbatas tema cerita. Mereka mengeluarkan apa yang ada di dalam benak mereka dengan sangat bebas dan tanpa batas. Terkadang tanpa bermaksud berbohong atau menipu, mereka menambahkan sendiri imajinasi mereka tentang sebuah kejadian. Atau sebenarnya itu bukan imajinasi mereka,  tapi merupakan harapan yang mampu mereka ubah menjadi sebuah cerita.
Membahas tentang cerita, salah satu konsekuensi dilaksanakannya kurikulum 2013 adalah raport deskriptif. Beberapa waktu yang lalu, seorang instruktur kurikulum 2013 memberikan panduan kepada kami untuk menulis raport deskriptif tersebut. Sejujurnya, saya sendiri masih belum bisa membayangkan raport yang harus saya tulis tersebut secara nyata. Namun bayangan beratnya bagaimana membuat raport tersebut sudah saya rasakan sekarang. Saat saya sedang koreksi UTS semester ganjil ini.
Raport deskriptif nantinya akan berbentuk sebuah cerita lengkap tentang capaian anak, baik di bidang kognitif dan spritual. Secara gampang, raport deskriptif ini nantinya akan berisi tentang bagaimana nilai yang anak capai dan bagaimana sikap anak selama pembelajaran. Cerita yang tertera di sana adalah konversi dari angka yang didapat anak di tiap kompetensi dasar tiap sub tema. Rata - rata dari nilai tersebut akan berubah menjadi kata "SUDAH SANGAT BAIK", "SUDAH BAIK" dan "BUTUH PENDAMPINGAN". Kata - kata tersebut merupakan pengganti nilai A, B, dan C gitu lah... Kalau mungkin masih sulit membayangkan. Setidaknya begini langkah yang harus kami (wali kelas) lakukan untuk memberikan nilai kepada anak :
  1. Menentukan range ( batasan ) nilai anak. Range (batasan) nilai adalah batas minimal untuk mendapatkan nilai deksriptif setelah dikonversi. Contohnya : nilai < 70 akan berubah menjadi "BUTUH PENDAMPINGAN", nilai 71 - 80 akan berubah menjadi "SUDAH BAIK", nilai > 80 akan berubah menjadi "SUDAH SANGAT BAIK".
  2. Koreksi nilai anak per sub tema. Ini adalah pekerjaan yang paling menyebalkan (setidaknya untuk saat ini. Saya sedang koreksi pekerjaan anak saya yang jumlahnya 40 anak, untuk dua tema yang masing - masing terdiri dari tiga sub tema). Hee....  
  3. Merekap seluruh nilai anak per kompetensi dasar per sub tema. Nantinya setelah nilai sudah jadi semua, harus dipisahkan tiap kompetensi dasar. Jangan sampai tercampur atau tertukar.
  4. Menghitung nilai rata - rata anak. Seandainya satu kompetensi dasar ada yang diulang dalam beberapa sub tema, harus di tulis sendiri - sendiri. Nantinya nilai yang akan dikonversi adalah bentuk rata - rata dari beberapa sub tema.
  5. Mengkonversi nilai anak ke dalam bentuk deskripsi. Pekerjaan mengkonversi nilai ini bisa dilakukan dengan bantuan beberapa software. Salah satunya adalah microsoft excell. Kami sudah bisa menyusun deskripsi ini semenjak tahun lalu.
  6. Menggabungkan konversi nilai anak dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai anak.  Setelah konversi nilai jadi, kita harus menggabungkannya dengan kompetensi dasar yang terkait. Contohnya seorang anak mendapat nilai konversi "SUDAH SANGAT BAIK" pada kompetensi dasar "Menjawab pertanyaan teks bacaan" Maka deskripsi nilai anak menjadi ANAK SUDAH SANGAT BAIK DALAM MENJAWAB PERTANYAAN TEKS BACAAN
  7. Jadilah raport deksriptif anak.... (itu baru satu KD lho.... masih banyak KD yang lain)

Repot ya??
hee..
Itu separuh pekerjaan, karena baru satu aspek, kognitif siswa. Terdapat dua aspek yang harus dinilai kan? Sikap dan kognitif...
Hampir sama lah langkahnya,,,,,
Semangat guru kreatif dan profesional...

Pentingnya evaluasi program sekolah

Hampir semua sekolah mempunyai kepala sekolahnya sendiri.
Hampir semua kepala sekolah mempunyai tangan kanannya sendiri, wakil - wakil kepala sekolah yang menjadi orang kepercayaannya dalam mengawal dan melaksanakan program - program sekolah.
Namun sudah semuakah orang - orang ini terbuka dari saran dan kritik dari orang lain?
Tidak harus dari orang lain, misalnya wali murid. Namun dari teman - temannya sendiri. Orang - orang yang bersama - sama menjejalkan diri dalam segudang aktivitas sekolah.
Terkadang terlupakan, kritik dan saran hanya berbentuk kotak kayu yang berlobang atasnya. Bahkan hampir sepanjang waktu selalu kosong.
Terkadang kritik dan saran menjadi bahan obrolan di belakang punggung para punggawa utama tersebut. Tidak pernah tersampaikan dan tidak pernah tersalurkan.
Padahal bersama kritik dan saran tersebut ada perubahan menuju perbaikan. Bersamanya pula terdapat kelegaan hati atas tersampainya segala beban dan ganjalan yang dirasa.
Bagaimana harus memulainya?
Mungkin akan sangat sulit jika kita langsung bertanya pada setiap guru apa yang kurang dari saya? Apa yang harus saya lakukan untuk menjadi lebih baik? Bagaimana sebaiknya saya melakukan program ini?
Sehingga, cara termudah adalah menulisnya.
Sediakanlah kertas kosong, bagikan kepada setiap guru. Berikanlah waktu 2 atau 3 hari. Mintalah mereka menuliskan apa yang mereka rasakan, apa yang menjadi ganjalan mereka, dan apa yang menghambat kerja mereka.
Tidak mudah lho, memberikan saran kepada atasan...
Tapi kalau sudah disepakati dari awal bahwa ini diniatkan sebagai bagian dari proses perbaikan diri demi tercapainya pribadi yang lebih baik, semoga banyak masukan dan saran yang bisa diproses selanjutnya sebagai wujud nyata perbaikan diri.
Mungkin itu lebih nyata sebagai wujud evaluasi diri sendiri dan media untuk muhasabah atas segala kekurangan diri. 

Selasa, Oktober 07, 2014

Belajar, bisa dimana saja...

Kemarin, saya mengobrol dengan salah satu tetangga saya tentang pemuda - pemudi di desa kami. Dia yang merupakan salah satu penggerak pemuda - pemudi di desa kami, mengeluhkan tentang keadaan pemuda - pemudi di masa sekarang. Sangat sulit untuk diajak bekerja, kurang tanggap tentang pekerjaan yang harus dilakukan, pasif, tidak tahu sopan santun, tidak bisa berbahasa yang baik kepada orang tua, dsb.
Saya kemudian menarik kesimpulan, memang belajar itu tidak harus dari sekolah. Masyarakat juga adalah tempat belajar dan yang lebih penting adalah keluarga. Keluarga adalah sekolah pertama seorang anak. Sebelum masuk TK atau SD, rumahlah yang menjadi madrasah bagi siswa untuk menimba ilmu.
Banyak anak yang tidak sekolah yang bisa berperilaku sopan dan mempunyai kepribadian yang baik begitu juga sebaliknya, banyak orang - orang yang bertitel sarjana, pasca sarjana, profesor, bahkan guru besar yang kepribadiannya tidak baik. Apakah mereka kurang ilmu, tidak sebenarnya. Mereka hanya tidak mempunyai karakter yang baik. Tidak mempunyai pedoman hidup atau ironisnya mereka tidak mendapatkan suri tauladan yang baik dari para orang "tua" yang ada di sekitarnya.
Tetangga saya, beliau lurah di tempat kami pun tidak tinggi pendidikannya. Namun beliau mempunyai karakter yang luar biasa. Sekalipun tengah malam, sekalipun jauh di ujung desa, ketika beliau mendengar ada berita kematian, beliau usahakan sesegera mungkin hadir menjadi pelayat. Beliau mungkin tidak pandai, tapi beliau cerdas dalam membawa diri dan bersikap. Satu hal yang menjadi catatan saya mengenai beliau adalah ketika beliau hadir ke tempat saudara saya yang sedang punya hajat pukul 9 malam, kemudian berkata, "Aku mau di sini sampai besok pagi, mungkin aku ga bisa membantu apa - apa tapi minimal aku ada jika dibutuhkan." Spesial kan? Beliau ini adalah seorang lurah yang kesibukannya lumayan padat, tapi dengan tetangganya beliau sangat meluangkan waktu dan perhatiannya.
Kembali ke topik semula, pembelajaran bisa di mana saja. Ya, di mana saja. Memang ilmu untuk mencari dunia itu banyak terdapat di sekolah, namun ilmu untuk hidup yang sebenarnya ada di masyarakat. Seorang remaja yang akrab dengan pekerjaannya di masyarakat tidak akan sulit untuk beradaptasi dengan siapapun. Meskipun itu lingkungan baru untuknya. Karena dia mudah untuk mencair dan mencari apa yang bisa dilakukan untuk sekitarnya. Itulah magnet seorang manusia untuk lingkungannya. Lingkungannya, walaupun baru akan segera menerima dia tanpa harus banyak berpikir.
Di daerah kami khususnya, kemampuan berbahasa yang baik kepada yang lebih tua, kemampuan untuk mengaji, kemampuan untuk membantu sesama, sama sekali tidak ada teorinya. Semuanya "learning by doing". Dipelajari karena contoh yang ada dengan bimbingan orang dewasa di sekitar kami. Sangat tidak mungkin seorang anak dengan titel tinggi sekalipun akan langsung bisa melakukannya tanpa pernah praktek langsung.
Dengan demikian, marilah kita sebagai orang - orang tua yang bertanggung jawab pada anak - anak kecil di sekitar kita untuk memberikan pelajaran dan ilmu yang baik bagi mereka. Ilmu untuk hidup. Ilmu untuk menjalani kehidupan. Minimal kita membekali mereka dengan maksimal, sehingga mereka nantinya tinggal menambah sedikit untuk menjadi pribadi yang berkepribadian baik dan berkarakter.

Senin, Oktober 06, 2014

Asyiknya Merubah Tempat Duduk Siswa

Minggu kemarin, walaupun hanya masuk 3 hari saya bereksperimen bersama anak - anak untuk merubah tempat duduk mereka sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Hasilnya lumayan. Anak - anak antusias dalam menggeser sendiri meja mereka ke sana dan kemari.  Memang, sebenarnya pembelajaran tidak harus di kelas. Tidak harus kaku, hanya duduk saja mendengarkan guru menyampaikan materi. Pembelajaran bebas... Mereka diperbolehkan duduk, berdiri, ngesot di lantai, dan banyak gaya khas anak sd lainnya.
Hari pertama saya bereksperimen untuk menata kelas dengan gaya seperti berkelompok. Saya menjadikan 40 meja di kelas saya menjadi 8 kelompok. Masing - masing 5 meja setiap kelompok. Sehingga anak mudah untuk melakukan diskusi.
Hari kedua saya mengubah lagi tempat duduk anak seperti dalam film Harry Potter. Memanjang, saling berhadapan. Masing - masing lajur berisi 5 meja. Dua meja di depan, kemudian saya berikan tempat untuk keluar anak. Bagian belakang berisi 3 meja memanjang.Hal ini saya lakukan karena anak harus ulangan sub tema, sehingga mengurangi tingkat keramaian anak ketika mengerjakan.
Hari ketiga saya ubah lagi tempat duduk anak, saya jadikan seperti ruang Sidang Paripurna DPR, berbentuk letter U. Karena hari itu, kami berencana menonton film sebagai hiburan setelah ulangan. Saya berikan kepada anak beberapa cuplikan Stand Up Comedy Kompas TV. Hasilnya memuaskan untuk satu hal ini, karena memang anak sangat senang menonton video yang bersifat komedi.
Saya berkesimpulan, bahwa kondisi kelas yang kaku, seharusnya tidak ada lagi. Semuanya bersifat fleksibel. Terkadang harus diubah, bisa spontan, bisa terencana. Agar anak tidak jenuh. Tujuan lain saya lakukan hal ini adalah menyiasati kebosanan siswa. Karena ada beberapa hari yang anak harus bertemu saya secara terus menerus selama 6 - 8 jam. Ketika pembelajaran berlangsung kaku dan tidak ada inovasi, maka anak - anak akan jenuh.

Itu sedikit pengalaman saya bersama anak - anak saya dalam mengotak - atik kelas kami.