Sabtu, Desember 29, 2012

Rumus Pencarian Tripel Phytagoras


Beberapa waktu yang lalu terdapat beberapa pertanyaan dari anak-anak saya tentang tripel phytagoras. Bagaimana kok pak guru bisa tahu ini tripel phytagoras atau tidak, dan saya tidak bisa menjawab. Karena sebenarnya contoh yang saya berikan kepada anak-anak saya adalah hafalan dari beberapa soal yang sudah saya kerjakan.
Kemudian saya berusaha mencari rumus dari pencarian tripel phytagoras tersebut. Dan saya menemukannya.  Ada dua jalan yang saya temukan, untuk bilangan awalnya genap dan ganjil. Silahkan download di bawah ini


Tripel phytagoras ganjil

Tripel phytagoras genap



Tripel phytagoras yang menjadi contoh dalam link ziddu di atas adalah tripel phytagoras asli, yang bukan merupakan kelipatan dari tripel phytagoras yang lainnya. Karena kelipatan dari sebuah tripel phytagoras juga merupakan tripel phytagoras.
Contohnya : 3, 4, 5.
Jika masing-masing anggota tripel dikalikan dengan 2 menjadi 6, 8, 10.
Semoga bermanfaat.
Mohon kritik dan saran atas apa yang saya tulis ini.
Terima kasih

Selasa, Desember 18, 2012

Ujian Nasional haruskah dihapus?



Ujian Nasional, dihapus atau dipertahankan?
Sebuah refleksi (pertama) perkuliahan Filsafat Ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit.

Dalam perkuliahan filsafat ilmu tanggal 17 Desember 2012, kami mahasiswa pendidikan matematika kelas A PPS UNY 2012 membahas tentang hakikat UN antara tanggapan UN pantas dipertahankan atau harus dihapuskan berkaitan dengan direncakannya draft kurikulum 2013 untuk diterapkan di Indonesia.
Sebuah kata yang menggelitik saya dari apa yang disampaikan Prof adalah pendidikan sekarang adalah sebuah kewajiban atau kesadaran? Saya mencoba menelaah dan memberikan tanggapan saya atas hal tersebut.
Pendidikan sebagai kewajiban adalah pendidikan yang minimalis dan sangat dangkal dengan bertumpu pada nilai. Salah satunya adalah kelulusan yang didasarkan denan nilai UN. Yang sebenarnya adalah bentuk dari pelanggaran demokrasi Pancasila. Karena dengan menggunakan nilai sebagai acuan, maka esensi pengalaman, pemahaman, dan kemampuan anak tidak dapat terwakili. Salah satunya dengan bentuk soal pilihan ganda yang sangat riskan dengan resiko “keberuntungan”. Hal ini saya amini sebagai sebuah pelanggaran dalam demokrasi dan hak anak dalam melaksanakan pendidikan.
UN diselenggarakan dengan sebuah doktrin bahwa UN adalah sebuah kewajiban bagi anak yang ingin lulus.  Tanpa mengindahkan aspek bahwa UN dilakukan sesuatu yang harus dilakukan secara sadar sebagai salah satu indikator untuk menguji kemampuan siswa secara keseluruhan.  UN juga telah memaksakan bahwa siswa wajib menguasai indikator yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan jarak yang cukup maka guru secara leluasa memberikan repetisi atas indikator-indikator yang telah ditentukan itu untuk “membiasakan” anak dengan soal-soal yang mungkin keluar pada UN sesungguhnya.
Tentang “membiasa”nya anak ini menurut saya adalah sesuatu yang mengerikan, salah satu indikator soal UN untuk SD adalah siswa dapat menentukan volume tabung dari suatu gambar tabung yang ukurannya diketahui. Bagi saya ini mengerikan, siswa menjadi terbiasa memahami bahwa tabung adalah sebuah gambar (yang terkadang tidak dapat mewakili hakikat tabung) sehingga menyempitlah pemahaman tabung dalam pikiran siswa.
Dengan doktrin wajib tersebut jelaslah perlunya pembenahan tentang UN, baik secara parsial maupun keseluruhan.  Dengan tidak mengurangi hormat saya terhadap para pengembang dan penyusun draft kurikulum 2013. Saya ingin membenarkan masukan dari Prof Marsigit tentang masukannya atas draft tersebut. Bahwasanya diperlukannya sistem yang mengembangkan kesadaran siswa tentang perlunya UN, tidak hanya mengajak siswa untuk mengetahui UN adalah proses yang menjadi wajib bagi mereka yang ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.  
Saya mendukung “PENGUBAHAN” UN menuju evaluasi yang lebih baik bagi adik-adik saya di tingkat dasar dan menengah. Marilah kita menjadi arif, dan mencoba menggugah kesadaran kita tentang segala sesuatu yang dialami oleh anak, adik, cucu, dan buyut kita. Berkatalah jika memang sesuatu yang ada tersebut tidak pas untuk mereka.
Tulisan ini murni refleksi yang saya lakukan setelah mengikuti perkuliahan prof Marsigit. Tidak mempunyai maksud untuk menyinggung, namun lebih menjadi masukan bagi pendidikan Indonesia. Saya juga sangat menginginkan masukan dari seluruh pembaca yang mungkin berkenan untuk berdiskusi tentang hal ini.
Terima kasih

Senin, Desember 10, 2012

Surat untuk KPSI dan PSSI



Hari ini 10 November 2012,  kami masyarakat Indonesia disuguhkan oleh dua kongres PSSI yang kami tidak tahu entah mana yang benar-benar berusaha memperjuangkan sepakbola Indonesia. Mengapa kalian tidak bisa bersatu?
Apa yang sebenarnya kalian cari?
Sepakbola itu milik kami, masyarakat Indonesia seluruhnya, bukan cuma milik kalian yang egois untuk mencari apa yang kalian butuhkan dari sepak bola Indonesia.
Tidak malukah kalian?
Anak-anak SD bermain bola dengan senang karena bisa bersatu, karena mereka tahu enaknya sepakbola BERSAMA-SAMA, SATU TUJUAN.
Apakah kalian senang kalau bisa melihat liga kalian bergulir?
Atau kalian lebih senang kalau liga lain dianggap liga tarkam?
Renungkan ini,
Kalau kalian seperti ini?
Apa nasib para pemain sepak bola nasional? Mereka seperti pion yang hanya bisa bergerak di papan catur yang kalian beli dengan keegoisan kalian, tanpa bisa menikmati sepak bola yang mereka inginkan.
Apa nasib para pemain muda yang bernaung di sekolah-sekolah sepak bola? Mereka masih mempunyai mimpi untuk menjadi pemain nasional, mereka masih bermimpi untuk merasakan nyanyian Indonesia Raya bersama  di GBK dengan diiringi fanatisme dari seluruh supporter Indonesia.
Kalian sadar atau tidak, kalian telah memberikan contoh yang “SANGAT BURUK” bagi Negara Indonesia dalam segi demokrasi. Percuma kalian memajang foto lambang-lambang Negara di setiap konggres kalian, tapi kalian sendiri melakukan hal-hal yang menginjak-injak nilai dari lambang-lambang Negara itu!
Lebih baik kalian BUBAR! Semuanya, tidak cuma salah satu!
Biarkan FIFA memberikan sanksi pada sepak bola Indonesia!
Agar kalian sadar! 
Kalau kalian itu tidak ada yang benar!
KALAU KALIAN TIDAK BISA MENYELESAIKAN MASALAH, MAKA KALIAN ADALAH MASALAH ITU SENDIRI

Pandangan terhadap Kurikulum 2013



Sudah satu minggu lebih saya mendownload draf uji publik kurikulum 2013 dari kemendiknas, dan saya sudah membaca beberapa kali dalam draf tersebut. Beberapa artikel yang mencoba mengulas, membahas, dan mengkritisi draf tersebut juga sudah saya baca. Saya ingin memberikan tanggapan saya mengenai kurikulum yang Insya Allah akan diterapkan tersebut terutama untuk sekolah dasar karena saya merupakan salah satu pengajar SD
Lebih baik Bahasa Indonesia yang ditematikkan ke dalam pelajaran IPS dan IPA. Karena bahasa Indonesia memang bersifat terapan, dan bisa diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Bahasa Indonesia juga merupakan bahasa pengantar utama di tingkat SD sehingga memudahkan proses pelaksanaan pembelajaran tematik integratif pada pelajaran lain.
Sepengetahuan saya kompetensi dasar yang ada pada bahasa Indonesia adalah menulis, membaca, dan mendengarkan yang kemudian dijelaskan kembali penjabarannya dalam beberapa indikator. Ini akan lebih mudah jika diterapkan pada mata pelajaran lain, karena kompetensi tersebut hampir pasti digunakan dalam pelajaran yang lain. Ada juga ketakutan bahwa mata pelajaran yang dihapuskan hanya akan menjadi selingan pada mata pelajaran yang utama. Guru kemungkinan besar hanya akan menjelaskan sambil lalu saja, tanpa memperhatikan esensi dari pelajaran yang dihapuskan tersebut.
Ketika penghapusan IPA dan IPS menjadi pilihan pada kurikulum 2013 ini, akan terjadi beberapa persoalan. Yang pertama adalah esensi dari kedua pelajaran tersebut akan tidak tersampaikan. Misalnya pada Standar Kompetensi Sistem gerak, apakah mungkin pada mata pelajaran bahasa Indonesia akan membahas materi tersebut sama detailnya dengan mata pelajaran IPA?
Kemampuan guru dalam memberikan pelajaran juga harus dibimbing terus menerus, kurikulum ini mengharuskan guru pintar dan kreatif dalam menyiapkan setting pembelajaran. Tidak semua guru dapat membawakan materi dua pelajaran dan mengemasnya menjadi sebuah materi yang mampu dicerna anak.
Persoalan lain adalah ketersediaan bahan ajar berupa buku yang telah menerapkan kurikulum 2013 dengan penuh. Dilihat sampai sekarangpun, materi dari buku paket atau acuan utama di sekolah belum bisa menerapkan KTSP (kurikulum 2006) dengan baik. Ini adlah PR besar bagi para guru untuk dapat membuat materi ajar sendiri sehingga meningkatkan profesionalisme para guru itu sendiri.
 Tulisan ini murni pendapat pribadi saya, mungkin banyak kesalahan karena kurangnya pengetahuan saya, mohon maaf apabila terdapat kesalahan yang tidak berkenan.
terima kasih