Tulisan ini murni pendapat pribadi jadi sebelumnya mohon maaf apabila banyak yang kurang sepakat dengan saya atau malah benar - benar tidak setuju dengan pendapat saya.
Beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan seorang guru yang mengeluh dengan beratnya pekerjaan. Beliau harus menempuh pendidikan lanjutan karena masih lulusan SPG (Sekolah Pendidikan Guru) yang setara SMA. Sedangkan sekarang guru minimal harus S-1.
Kalau tidak, beliau akan dihilangkan tunjangan profesionalnya, di kantorkan, bahkan katanya ada rumor untuk di pensiun dini. #entah benar atau tidak...
Di tempat beliau bekerja sudah banyak guru yang mempunyai gelar S-1. Bahkan ada yang sedang menempuh S-2. Sedangkan beliau dengan beberapa temannya masih menempuh S-1. Uniknya, para guru yang sudah bergelar S-1 ke atas tersebut tidak berkenan untuk mengajar di kelas VI karena kesibukan, belum punya pengalaman, atau tidak berani mengambil tanggung jawab sebagai guru kelas VI.
Sudah sekian kali beliau ingin turun ke kelas yang lebih rendah, namun terganjal tidak adanya SDM yang berkenan untuk menggantikannya. Sekolah pun seakan mengamini. Bahwa posisi guru kelas VI memang hanya cocok untuk beliau. Bukan guru yang lain.
hee..
Itulah resiko pekerjaan, itulah resiko gelar kependidikan.
Seharusnya orang yang mempunyai ilmu yang mumpuni tidak berlari dari hal yang bisa membuat ilmunya bermanfaat bagi orang lain.
Mungkin dia akan gagal di tahun pertama di jabatan yang beresiko seperti guru kelas VI, wakil kepala sekolah, atau bahkan kepala sekolah.
Namun, manusia adalah insan pembelajar yang tidak boleh berhenti untuk selalu memperbaiki diri. Bukan hanya bangga dengan gelarnya saja, namun harus diimbangi dengan sikap, tingkah laku, tutur kata yang menunjukkan keterdidikannya. Itu adalah sebuah tanggung jawab moral atas ilmu yang dimiliki.
Itu hanyalah satu dari mungkin banyak contoh di luar sana yang membuktikan bahwa "Experience is the best teacher". Bagi saya, itulah contoh kemenangan pengalaman atas gelar pendidikan.
Beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan seorang guru yang mengeluh dengan beratnya pekerjaan. Beliau harus menempuh pendidikan lanjutan karena masih lulusan SPG (Sekolah Pendidikan Guru) yang setara SMA. Sedangkan sekarang guru minimal harus S-1.
Kalau tidak, beliau akan dihilangkan tunjangan profesionalnya, di kantorkan, bahkan katanya ada rumor untuk di pensiun dini. #entah benar atau tidak...
Di tempat beliau bekerja sudah banyak guru yang mempunyai gelar S-1. Bahkan ada yang sedang menempuh S-2. Sedangkan beliau dengan beberapa temannya masih menempuh S-1. Uniknya, para guru yang sudah bergelar S-1 ke atas tersebut tidak berkenan untuk mengajar di kelas VI karena kesibukan, belum punya pengalaman, atau tidak berani mengambil tanggung jawab sebagai guru kelas VI.
Sudah sekian kali beliau ingin turun ke kelas yang lebih rendah, namun terganjal tidak adanya SDM yang berkenan untuk menggantikannya. Sekolah pun seakan mengamini. Bahwa posisi guru kelas VI memang hanya cocok untuk beliau. Bukan guru yang lain.
hee..
Itulah resiko pekerjaan, itulah resiko gelar kependidikan.
Seharusnya orang yang mempunyai ilmu yang mumpuni tidak berlari dari hal yang bisa membuat ilmunya bermanfaat bagi orang lain.
Mungkin dia akan gagal di tahun pertama di jabatan yang beresiko seperti guru kelas VI, wakil kepala sekolah, atau bahkan kepala sekolah.
Namun, manusia adalah insan pembelajar yang tidak boleh berhenti untuk selalu memperbaiki diri. Bukan hanya bangga dengan gelarnya saja, namun harus diimbangi dengan sikap, tingkah laku, tutur kata yang menunjukkan keterdidikannya. Itu adalah sebuah tanggung jawab moral atas ilmu yang dimiliki.
Itu hanyalah satu dari mungkin banyak contoh di luar sana yang membuktikan bahwa "Experience is the best teacher". Bagi saya, itulah contoh kemenangan pengalaman atas gelar pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar