Sekolah saya memulai pelajaran pada pukul 07.30. Hal ini agak lain dibandingkan dengan sekolah negeri pada umumnya. Hal ini dikarenakan kesepakatan bersama antara pihak sekolah dan wali murid untuk kebersamaan. Kebanyakan guru kami bertempat tinggal agak jauh dari sekolah. Minimal butuh waktu setengah jam untuk sampai ke sekolah.
Menyikapi hal itu, saya tetap berusaha berangkat pukul 06.30 dan sampai di sekolah sekitar pukul 07.00. Jeda waktu kurang lebih setengah jam itu saya manfaatkan untuk kegiatan pribadi saya, seperti sholat dhuha dan membuat soal.
Hal yang membahagiakan bagi saya waktu berangkat adalah sambutan layaknya pejabat tinggi negara yang sedang melakukan kunjungan ke sebuah daerah. Siswa saya berderet di pinggir jalan, menundukkan badannya sambil berkata "Selamat pagi pak", "Selamat pagi pak guru baru", "Selamat pagi Pak Jati", dan lain sebagainya. Mungkin jika ditambah dengan sedikit properti seperti bendera dengan tongkat kecil di tangan setiap siswa saya akan menjadikan sambutan itu benar-benar ditujukan kepada para pejabat.
Sambutan seperti ini baru kali ini saya dapatkan. Sambutan yang begitu hangat dan bersahabat. Walaupun saya bekerja hampir 4 tahun di SD Muhammadiyah Sleman, namun kulturnya jauh berbeda. Ketika saya bekerja di SD Muhammadiyah Sleman, kami terbiasa menyalami dan menyambut siswa sejak pukul 06.15. Rasanya jauh berbeda. Rasa dihormati sebagai seorang guru jelas tercipta di sini.
Hehehee..
Situasi sesungguhnya yang terjadi setiap hari adalah sebagai berikut..
Hampir 80% siswa saya itu berjalan kaki ke sekolah. Jarak rumah mereka sekitar 1 km dari sekolah. Jalan yang hampir semuanya menanjak membuat badan mereka condong ke depan. Saya, dengan sepeda motor honda supra 125 saya pun tidak begitu bisa berjalan dengan cepat. Karena memang kondisi medan seperti itu. Dengan posisi saya yang berjalan pelan dan suara sepeda motor saya yang agak "mbrebet" di tanjakan membuat siswa saya dengan mudah mengenali gurunya yang akan lewat. Sehingga mereka tinggal menoleh dan menganggukkan kepala. Itulah sambutan hangat siswa saya tiap hari.
Satu hal yang menggugah hati saya.
Siswa saya berangkat tidak lebih siang dari saya. Mereka juga menempuh medan yang sama dengan saya. Untuk apa? Agar tidak terlambat datang ke sekolah. Agar bisa mengikuti pelajaran semenjak bel dibunyikan. Benar bukan?
Saya sebagai gurunya, merasa perlu untuk membayar jerih payah mereka.
Saya merasa sangat berdosa jika saya datang terlambat, dan mengecewakan mereka yang terlah berjalan jauh demi sebuah pertemuan dengan gurunya dan mendapatkan ilmu pagi itu.
Saya pun merasa kangen, jika saya harus melewatkan moment sambutan bak pejabat tinggi itu. Sambutan yang hangat, tanpa ada pengarahan, tanpa rencana. Semuanya serba otomatis, serba spontan. Justru spontanitas itulah yang membuat semuanya spesial
Saya hanya berharap, semoga saya bisa istiqomah datang tepat waktu. Tidak hanya sekarang, karena status saya sebagai CPNS yang masih dalam masa penilaian.
Aamiin
Menyikapi hal itu, saya tetap berusaha berangkat pukul 06.30 dan sampai di sekolah sekitar pukul 07.00. Jeda waktu kurang lebih setengah jam itu saya manfaatkan untuk kegiatan pribadi saya, seperti sholat dhuha dan membuat soal.
Hal yang membahagiakan bagi saya waktu berangkat adalah sambutan layaknya pejabat tinggi negara yang sedang melakukan kunjungan ke sebuah daerah. Siswa saya berderet di pinggir jalan, menundukkan badannya sambil berkata "Selamat pagi pak", "Selamat pagi pak guru baru", "Selamat pagi Pak Jati", dan lain sebagainya. Mungkin jika ditambah dengan sedikit properti seperti bendera dengan tongkat kecil di tangan setiap siswa saya akan menjadikan sambutan itu benar-benar ditujukan kepada para pejabat.
Sambutan seperti ini baru kali ini saya dapatkan. Sambutan yang begitu hangat dan bersahabat. Walaupun saya bekerja hampir 4 tahun di SD Muhammadiyah Sleman, namun kulturnya jauh berbeda. Ketika saya bekerja di SD Muhammadiyah Sleman, kami terbiasa menyalami dan menyambut siswa sejak pukul 06.15. Rasanya jauh berbeda. Rasa dihormati sebagai seorang guru jelas tercipta di sini.
Hehehee..
Situasi sesungguhnya yang terjadi setiap hari adalah sebagai berikut..
Hampir 80% siswa saya itu berjalan kaki ke sekolah. Jarak rumah mereka sekitar 1 km dari sekolah. Jalan yang hampir semuanya menanjak membuat badan mereka condong ke depan. Saya, dengan sepeda motor honda supra 125 saya pun tidak begitu bisa berjalan dengan cepat. Karena memang kondisi medan seperti itu. Dengan posisi saya yang berjalan pelan dan suara sepeda motor saya yang agak "mbrebet" di tanjakan membuat siswa saya dengan mudah mengenali gurunya yang akan lewat. Sehingga mereka tinggal menoleh dan menganggukkan kepala. Itulah sambutan hangat siswa saya tiap hari.
Satu hal yang menggugah hati saya.
Siswa saya berangkat tidak lebih siang dari saya. Mereka juga menempuh medan yang sama dengan saya. Untuk apa? Agar tidak terlambat datang ke sekolah. Agar bisa mengikuti pelajaran semenjak bel dibunyikan. Benar bukan?
Saya sebagai gurunya, merasa perlu untuk membayar jerih payah mereka.
Saya merasa sangat berdosa jika saya datang terlambat, dan mengecewakan mereka yang terlah berjalan jauh demi sebuah pertemuan dengan gurunya dan mendapatkan ilmu pagi itu.
Saya pun merasa kangen, jika saya harus melewatkan moment sambutan bak pejabat tinggi itu. Sambutan yang hangat, tanpa ada pengarahan, tanpa rencana. Semuanya serba otomatis, serba spontan. Justru spontanitas itulah yang membuat semuanya spesial
Saya hanya berharap, semoga saya bisa istiqomah datang tepat waktu. Tidak hanya sekarang, karena status saya sebagai CPNS yang masih dalam masa penilaian.
Aamiin