Mungkin untuk urusan nilai anak, itu saya serahkan pada persiapan anak itu sendiri. Namun kebetulan seorang wali murid baru saja menelepon saya, menanyakan tentang nilai anaknya. Dia tidak tahu anaknya mendapatkan nilai berapa di ulangan yang lalu.
Saya tertegun. Mendengar penuturan beliau. Sang anak ternyata malu ketika harus menyerahkan ulangan yang nilainya tidak baik. Mungkin takut katanya.
Saya kemudian menyimpulkan bahwa komunikasi saya dan wali murid akan terputus jika anak bersikap seperti ini seterusnya.Seakan - akan nilai itu menjadi momok yang sangat besar. Padahal sebenarnya nilai tersebut akan menjadi acuan yang sangat penting untuk menentukan bantuan yang tepat bagi anak tersebut.
Contoh saja, di kurikulum tematik, satu kali ulangan anak akan mendapatkan minimal 5 muatan pelajaran yang digabungkan dalam satu sub tema.
Ambillah sebagai berikut, seorang anak mendapatkan nilai seperti dalam tabel berikut dalam suatu ulangan sub tema
Bahasa Indonesia | 60 |
Matematika | 70 |
IPA | 100 |
IPS | 90 |
PPKn | 85 |
Nilai di atas sangat mungkin dicapai anak, seorang anak mungkin tidak bisa menguasai seluruh muatan yang ada, namun dia mempunyai keunggulan di beberapa muatan dan membutuhkan bimbingan di beberapa muatan lainnya.
Hasil dari ulangan sub tema ini harus menjadi acuan bagi guru dan wali murid untuk memberikan bantuan kepada siswa pada muatan yang masih belum baik. Nantinya bimbingan itu dapat dilihat di ulangan sub tema berikutnya. Karena otomatis muatan tersebut juga akan selalu ada di setiap ulangan sub tema.
Menyikapi hal ini, seorang wali murid tidaklah perlu risau tentang nilai yang dicapai anak dalam suatu ulangan sub tema. Hanya, wali murid haruslah jeli dan tanggap untuk membantu kesulitan putra - putrinya. Hal ini dikarenakan sekarang wali murid dan wali kelas harus selalu bisa bertukar peran menjadi guru bagi seorang anak. Agar anak tersebut bisa mendapatkan prestasi yang terbaik.